
Istilah silaturahmi, yang sering kita dengar dan ucapkan, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri, ternyata memiliki akar kata yang menarik. Secara etimologis, kata ini berasal dari bahasa Arab, yaitu ṣilat ar-raḥim (صلة الرحم) atau silaturahim. Meskipun dalam penulisan Arab, silaturahim dianggap lebih tepat, penggunaan silaturahmi sudah umum dan diterima luas di Indonesia dengan makna yang sama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bentuk baku yang benar adalah silaturahmi, sementara silaturahim dianggap sebagai bentuk tidak baku. Namun, perbedaan ini hanya terletak pada penulisan, karena esensi dan makna keduanya tetap sama, yaitu menjaga dan mempererat tali persaudaraan.
Dalam KBBI, silaturahmi diartikan sebagai tali persahabatan (persaudaraan). Penggunaan kata silaturahmi dalam konteks bahasa Indonesia tidak menjadi masalah selama maknanya tetap mengacu pada upaya menjaga hubungan baik antar sesama.
Dalam konteks keislaman, istilah yang lebih sering digunakan adalah silaturahim, karena merujuk langsung pada bahasa Arab ṣilat ar-raḥim. Kata ar-raḥim (الرَّحِمُ) sendiri berarti rahim, peranakan, atau kekerabatan, yang berasal dari akar kata raḥima (رَحِمَ), yang artinya merahmati. Istilah ini terdiri dari kata ṣilah (صِلَةٌ) yang berarti penyambungan, berasal dari kata kerja waṣala (وَصَلَ) yang artinya sampai, datang, menyambung.
Jadi, baik silaturahmi maupun silaturahim, keduanya mengandung makna yang mendalam tentang pentingnya menjaga hubungan baik, menyambung tali persaudaraan, dan saling merahmati antar sesama. Tradisi silaturahmi, yang sering dilakukan saat Lebaran, menjadi momen penting untuk mempererat hubungan keluarga dan kerabat, serta saling memaafkan atas segala kesalahan.
Kesimpulan: Meskipun terdapat perbedaan dalam penulisan antara silaturahmi dan silaturahim, keduanya memiliki makna yang sama, yaitu menjaga dan mempererat tali persaudaraan. Yang terpenting adalah esensi dari silaturahmi itu sendiri, yaitu upaya untuk menyambung hubungan baik dan saling memaafkan.